Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALOPO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Plp 1.Muh Arif Rondan
2.SIKO DESTA DIMAS
3.ZULKIFLI ARMANSYA
1.Kepala Kepolisian Resort Palopo
2.KASAT RESKRIM POLRES PALOPO
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 12 Sep. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Plp
Tanggal Surat Senin, 12 Sep. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Muh Arif Rondan
2SIKO DESTA DIMAS
3ZULKIFLI ARMANSYA
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Palopo
2KASAT RESKRIM POLRES PALOPO
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PRAPERADILAN

      

Terhadap:

KEPALA KEPOLISIAN RESOR PALOPO CQ.

KASAT RESKRIM POLRES PALOPO

Tentang:

tidak sahnya penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan polres palopo nomor :sprin.sidik 371/vii/reskrim/2022/reskrim, tanggal 22 juli 2022 jo. surat ketetapan nomor: sp.tap/20/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 ., surat ketetapan nomor: sp.tap/21/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 surat ketetapan nomor: sp.tap/22/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022  tentang penetapan tersangka jo.surat penahanan nomor : sp.han/79-b/viii/2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka siko desta dimas alias siko bin maskun kalawa, sp.han/80-b/viii/2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka zulkifli armansyah alias kifli bin abd.syukur, surat penahanan nomor : sp.han/81-b/viii/2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka muh.arif rondan alias karim bin mastur  jo.laporan polisi nomor: lp/b/407/vii/2022/spkt/polres palopo/polda sulawesi selatan tanggal 22 juli 2022

Diajukan Oleh:

  1. MUH. ARIF RONDAN
  2. SIKO DESTA DIMAS
  3. ZULKIFLI ARMANSYA
  4.  

SULFIKAR HR, SH,SYAIFUL SH & HARMOKO SH Kesemuanya adalah Advokat / Pengacara dari kantor SULFIKAR HR, SH & ASSOCIATES

 

PERIHAL : PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

KEPADA

 

YTH.­ KETUA PENGADILAN NEGERI PALOPO

 

DI – 

         P a l o p o

Dengan hormat,

Yang bertanda Tangan di Bawah Ini :

SULFIKAR.HR,S.H, SYAIFUL, S.H, HARMOKO,S.H Kesemuanya Adalah Advokat/Pengacara dari kantor SULFIKAR.HR,S.H & ASSOCAITES  yang berkedudukan di Jalan Trans Sulawesi Desa Dandang Kecamatan Sabbang Selatan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi selatan dalam hal ini pemberi kuasa memilih domisili hukum di kantor  penerima kuasa. dengan demikian bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa :

1.  MUH. ARIF RONDAN Tempat dan tanggal lahir Komba, 13 November 2002, Agama Islam, Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa, Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas yang berkedudukan di Dusun Pelawean, Desa Komba, Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan;

2. SIKO DESTA DIMAS Tempat dan tanggal lahir Pelawean, 08 Desember 1998, Agama Islam, Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa, Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas yang berkedudukan di Dusun Pelawean, Desa Komba, Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan;

3. ZULKIFLI ARMANSYA Tempat dan tanggal lahir Komba, 13 Maret 2002, Agama Islam, Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa, Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas yang berkedudukan di Dusun Pelawean, Desa Komba, Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.Selanjutnya disebutselanjutnya disebut sebagai....................................................................PEMOHON;

 

Dengan ini PEMOHON mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan sehubungan dengan:

Tidak sahnya penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan polres palopo nomor :sprin.sidik 371/VII/reskrim/2022/reskrim, tanggal 22 juli 2022 jo. Surat ketetapan nomor: sp.tap/20/VII/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 ., surat ketetapan nomor: sp.tap/21/VII/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 surat ketetapan nomor: sp.tap/22/VII/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022  tentang penetapan tersangka jo.surat penahanan nomor : sp.han/79-b/VII/2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka siko desta dimas alias siko bin maskun kalawa, sp.han/80-b/ VII /2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka zulkifli armansyah alias kifli bin abd.syukur, surat penahanan nomor : sp.han/81-b/ VII /2022 tertanggal 08 agustus 2022 atas nama tersangka muh.arif rondan alias karim bin mastur  jo.laporan polisi nomor: lp/b/407/ VII 2022/spkt/polres palopo/polda sulawesi selatan tanggal 22 juli 2022 yang di lakukan oleh Polres Palopo cq. Kasat Reskrim Polres Palopo mohon dalam permohonan Praperadilan ini di sebut sebagai…………………………........................................................TERMOHON;

 

Adapun dasar hukum, fakta-fakta dan alasan-alasan hukum PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

DASAR HUKUM (LEGAL STANDING) PERMOHONAN PRAPERADILAN 

 

  1. Bahwa Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada hukum internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia dan terhadap barang atau benda milik seseorang yang ditersangkakan. Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsif kehati-hatian dalam melakukan penggeladahan dan penyitaan terhadap barang atau benda milik seseorang;
  2. Bahwa Pasal 77 huruf (a) KUHAP menyebutkan “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang :sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan”;
  3. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII.2014 pada amar putusannya pada angka 1,3 menyatakan“Pasal 77 huruf a Undang Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 No.76,Tambahan Lembaran Negara N0.3209) bertentangan dengan Undang - Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan”;
  4. Bahwa selanjutnya dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2016 pada BAB II Pasal 2 ayat (1) huruf (a) menyebutkan “Obyek  Praperadilan adalah: sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan”;
  5. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 77 huruf (a) KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII.2014 jo. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2016 makajelas PENETAPAN TERSANGKA, PENYITAAN dan PENGGELEDAHAN merupakan Obyek  dari Praperadilan;
  6. Bahwa TERMOHON telah menetapkan PARA PEMOHON menjadi TERSANGKA berdasarkan Surat Ketetapan Surat ketetapan nomor: sp.tap/20/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 ., surat ketetapan nomor: sp.tap/21/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022 surat ketetapan nomor: sp.tap/22/vii/2022/reskrim, tanggal 27 juli 2022  tentang Penetapan Tersangka sehingga secara hukum para PEMOHON jelas memiliki Dasar Hukum (Legal Standing) dalam mengajukan Permohonan Praperadilan;
  7. Bahwa dikarenakan TERMOHON yang telah menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Negeri Palopo maka PEMOHON mengajukan Permohonan Praperadilan a quo ke Pengadilan Negeri Palopo disertai dengan alasan-alasan hukum dan alat bukti yang sah menurut hukum acara yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka PEMOHON mengajukan Permohonan Praperadilan a quo ke Pengadilan Negeri Palopo disertai dengan alasan-alasan hukum menurut hukum acara yang diatur dalam Pasal 39 dan Pasal 42 KUHAP;

 

MENGENAI KASUS POSISI DARI PEMOHON

  1. Bahwa Pemohon sama sekali tidak mengetahui terhadap Perbuatan pidana yang di lakukan Oleh Pemohon dan hingga saat ini pemohon tidak mengetahui kenapa sehingga pemohon di tahan, hadirnya pemohon di polres palopo hanya ingin memberikan klarifikasi yang mana nama pemohon menjadi bahan pembicaraan oleh media, namun pada saat pemohon hendak melakukan klarifikasi, Termohon saat itu juga melakukan Penahanan tanpa jelas statusnya apakah sebagai saksi atau seperti apa karena hingga saat ini pemohon belum mendapatkan surat panggilan Resmi dari termohon ;
  2. Bahwa TERMOHON menetapkan para PEMOHON sebagai Tersangka pada tanggal 27 Juli 2022  tanpa alat bukti yang jelas;
  3. Bahwa para PEMOHON selama diperiksa sebagai Saksi dan tersangka, para PEMOHON tidak pernah diberikan satu lembar kertas panggilan dan PEMOHON baru mengetahui bahwa PEMOHON diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka atas laporan polisi nomor: Lp/b/407/vii/2022/spkt/polres palopo/polda sulawesi selatan tanggal 22 juli 2022;
  4. Bahwa TEMOHON telah mengikuti SOP (STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM yang dimana mengatur tentang SOP pemanggilan, yang menjelaskan bahwa pemanggilan saksi , ahli maupun tersangka merupakan bagian dari upaya paksa sehingga dapat dilakukan setelah diterbitkannya SURAT PERINTAH TELAH DIMULAINYA PENYIDIKAN DAN SURAT TELAH DIMULAINYA PENYIDIKAN ( SPDP) dan SURAT PANGGILAN terhdap saksi, ahli maupun Tersangka wajib diberikan tenggang waktu paling singkat 2 (dua) hari setelah panggilan diterima, hal ini secara FAKTA PEMOHON tidak pernah diberikan surat panggilan terkait masalah ini begitupun dengan SPDP TERMOHON belum mengeluarkan dan memberitahukan kepada PEMOHON maupun ke keluarga PEMOHON;
  5. Bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON sejak awal penyidikan posisi PEMOHON  tidak jelas apakah sebagai saksi  karena TERMOHON sama sekali tidak memberikan Surat Panggilan kepada PEMOHON sehingga PEMOHON sangat  merasakan adanya ketidakadilan dan cenderung perkara a quo  dipaksakan hingga akhirnya PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka, oleh karena maksud dan tujuan para pemohon mendatangi Termohon hanya sebatas ingin melakukan Klarifikasi terkait nama para pemohon yang menjadi komsusi di media sosial, adapun pemohon saat kejadian hanya melakukan demonstrasi atas ajakan dari senior para pemohon dan pada saat kejadianpun itu para pemohon sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi di depan di karenakan para pemohon berada di belakang Peserta Demo, bahkan saat rekonstruksipun yang dilakukan oleh termohon tidak membuktikan adanya peristiwa hukum yang di lakukan oleh para pemohon, kehadiran pemohon di kantor kejaksaan pada waktu itu murni karena Ingin menyampaikan Aspirasinya sebagaimana yang di amanatkan Undang-undang tentang hak Untuk menyampaikan Pendapat di muka umum, sehingga  untuk memperjuangkan hak-hak hukumnya, PEMOHON mengajukan Permohonan Praperadilan guna menguji secara hukum formil apakah proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON sudah sesuai dengan hukum acara pidana yang di atur di Indonesia.

 

ALASAN-ALASAN PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN PRAPERADILAN TERHADAP TERMOHON

  1. PENYIDIKAN YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON CACAT FORMIL DIKARENAKAN TERMOHON TIDAK MEMBERITAHUKAN DAN TIDAK MENYERAHKAN SPDP KEPADA PEMOHON SESUAI DENGAN WAKTU YANG DITENTUKAN OLEH PUTUSAN MK DAN PERATURAN KAPOLRI
  2. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 130/PUU_XII/2015, tentang uji materiil ketentuan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Mahkamah Konstitusi dalam amar Putusannya menyatakan “Penyidik Wajib Memberitahukan dan Menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan kepada Penuntut Umum, Terlapor dan Korban / Pelapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”;
  3. Bahwa Putusan MK tersebut juga sejalan denganPasal 14 ayat (1) Peraturan KapolriNomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang tegas menyebutkan “SPDP sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan”;
  4. Bahwa pada faktanya TERMOHON  sampai dimasukkannya Permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Palopo TERMOHON belum memberitahukan dan menyerahkan SPDP kepada Para PEMOHON pada saat TERMOHON menetapkan  Tersangka pada tanggaln 27 Juli 2022
  5. Bahwa peristiwa ini merupakan delik aduan maka sudah bisa di pastikan adanyan laporan Polisi yang di dalamnya di golongkan menjadi dua yaitu Pelapor dan terlapor sehingga pada prosesnya Tentunya  Para PEMOHON menurut Termohon statusnya sebagai terlapor dan yang menjadi kewajiban dari TERMOHON yaitu Wajib Memberitahukan dan Menyerahkan SPDP tersebut kepada PEMOHON sebagai TERLAPOR paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan;
  6. Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut diatas sangatlah jelas bahwa TERMOHON telah melakukan pelanggaran hukum formil dengan tidak menyerahkan SPDP tepat waktu kepada PEMOHON yakni paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, dimana surat perintah penyidikan diterbitkan oleh TERMOHON untuk pertama kalinya pada 22 Juli 2022 sedangkan TERMOHON belum menerbitkan  SPDP dan menyerahkan kepada para PEMOHON sampai dimasukkannya permohonan Praperadilan ini;
  7. Bahwa fakta tersebut jelas merupakan pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 130/PUU_XII/2015, tentang uji materiil ketentuan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang  Penyidikan Tindak Pidana yang mewajibkan SPDP diserahkan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan;
  8. Bahwa dalam amar putusan MK tersebut terdapat 3 hal yang bersifat pasti dan wajib, yaitu:
  9. pemberitahuan dari penyidik adalah berbentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP);
  10. harus ditujukan  kepada Penuntut  Umum, Terlapor dan Korban / Pelapor; dan
  11. pemberian SPDP kepada para pihak adalah paling lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.

 

  1. Bahwa tindakan TERMOHON belum menerbitkan SPDP dan belum menyerahkannya kepada PEMOHON berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Sidik 371/VII/Reskrim/2022/Reskrim, Tanggal 22 Juli 2022 karena menganggap hal itu belum menjadi suatu kewajiban dengan berdasar pada Pasal 14 ayat (4) Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana “Dalam hal Tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 (tujuh) hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP sebelumnya”adalah merupakan tindakan yang nyata kekeliruannya;
  2. Bahwa 3 (tiga) hal yang bersifat pasti dan wajib yang tertuang dalam putusan MK sebagaimana disebutkan pada poin no.16 di atas, adalah sudah sangat jelas sehingga tidak perlu lagi olah kata / penafsiran secara bebas oleh TERMOHON dengan berdalih bahwa pihak yang disebut dalam putusan MK adalah terlapor dimana saat dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin. Sidik Sprin.Sidik 371/VII/Reskrim/2022/Reskrim, Tanggal 22 Juli 2022 posisi Para PEMOHON adalah diperiksa sebagai saksi dan / atau pada Laporan Polisi Nomor:  Lp/b/407/vii/2022/spkt/polres palopo/polda sulawesi selatan tanggal 22 juli 2022 disebutkan sebagai  terlapor belum ada.
  3. Bahwa suatu perbuatan yang tidak melaksanakan putusan MK dianggap sebagai perbuatan yang melawan hukum, sebagaimana disebutkan dalam putusan MK Nomor: 79/PUU-XV/2017 (halaman 27-28) “[3.10.1] Oleh karena itu, jika terdapat suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar undang-undang yang oleh Mahkamah baik seluruhnya maupun sebagian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka perbuatan tersebut dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum”. SPDP tidak dibuat dan diberikan  oleh TERMOHON kepada PEMOHON, dengan demikian tindakan TERMOHON yang masih melaksanakan perintah undang-undang yang lama {Pasal 109 ayat (1) KUHAP}, dimana telah di ubah normanya oleh MK, dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum;
  4. Bahwa amar putusan MK tersebut adalah sudah jelas sehingga tidak boleh ditafsirkan lain lagi, apalagi dengan penafsiran yang malah membentuk norma baru selain atau bertentangan dengan norma amar putusan tersebut sebab kewenangan untuk membentuk norma khususnya terkait Pasal 109 KUHAP adalah hanya pada pembentuk undang-undang selaku positive legislator dan Mahkamah Konstitusi selaku negative legislator, bukan pada Polri atau pun TERMOHON. Penafsiran / membentuk norma baru selain yang telah disebutkan dalam putusan MK yang dimaksud yaitu amar putusan MK telah jelas membatasi jika bentuk pemberitahuan yang wajib dilakukan oleh penyidika dalah SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan), bukan Surat Ketetapan PenetapanTersangka telah jelas dibatasi dalam amar putusan MK yaitu hanya 7 hari.
  5. Bahwa berdasarkan atas fakta-fakta tersebut diatas dan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 130/PUU_XII/2015, tentang uji materiilketentuanPasal 109 ayat (1) Undang-UndangNomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang PenyidikanTindak Pidana demi kepastian hukum proses penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON haruslah dinyatakan  tidak sah dan tidak sesuai dengan hukum dan oleh karenanya batal demi hukum;
  6. TERMOHON MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK BERDASARKAN ATAS ALAT BUKTI YANG CUKUP MENURUT KUHAP SERTA MELAKUKAN PENAHANAN TERHADAP PARA PEMOHON TIDAK SESUAI DENGAN KUHAP
  7. Bahwa TERMOHON selaku Penyidik wajib hukumnya tunduk pada ketentuan hukum acara yang diatur di dalam KUHAP, dimana KUHAP sendiri mewajibkan TERMOHON dalam hal PenetapanTersangka WAJIB berdasarkan“Bukti Permulaan Yang Cukup”; (vide pasal 1 angka 17 dan pasal 17 KUHAP jo.Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014);
  8. Bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 jelas menyebutkan bahwa“bukti permulaan yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang-undangNomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Bahwa pasal 184 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menyebutkan; Alat Bukti yang Sah ialah:
  • Keterangan Saksi;
  • Keterangan Ahli;
  • Surat;
  • Petunjuk;
  • KeteranganTerdakwa;
  1. Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2016 pada BAB II Pasal 2 ayat (2) tegas menyebutkan “Pemeriksaan Praperadilan terhadap Permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alatbukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara”;
  2. Bahwa pada faktanya TERMOHON dalam Perkara a quo Menahan PEMOHON karena para PEMOHON  di duga telah melakukan Tindak Pidana dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang dan tau tindak pidana barang siapa dengan sengaja turut campur dalam penyerangan oleh beberapa orang mengaibatkan matinya orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 ayat (2) ke -1e dan atau 358 ke -2e KUHPidana Subsideir pasal 55,56 KUHPidana;
  3. Bahhwa keterangan saksi yang diperiksa oleh TERMOHON tidak ada satupun Keterangan saksi yang menyebutkan Nama Para Pemohon sebagai Pelaku, justru ketika  dikaitkan dengan fakta hukum sebagaimana pada saat rekonstruksi dimana hasilnya menunjukkan bahwa para pemohon tidak berada di dekat pagar apalagi memegang pagar Kantor kejaksaan Palopo, hal terebut di buktikan pada saat di lakukan Rekonstruksi oleh Termohon  dan juga di kuatkan Oleh  dalam BAP para PEMOHON yang saling berkesesuain;
  4. Bahwa sepanjang pemeriksaan para PEMOHON sebagai saksi maupun pemeriksaan sebagai tersangka tidak sekalipun TERMOHON menunjukkan adanya alat bukti yang jelas terkait penetapan para PEMOHON sebagai tersangka karena  minimal 2 (dua) orang saksi yang keterangannya saling bersesuaian sebagaimana  alat bukti yang sah yang disebutkan dalam pasal 184 KUHAP;
  5. Bahwa tidak terpenuhinya syarat minimal alat bukti oleh TERMOHON terlihat dengan jelas saat BAP Para PEMOHON selaku tersangka dimana BAP sama sekali tidak ada yang mengakui melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan, sehingga para PEMOHON mempertanyakan alat bukti apa yang digunakan oleh TEMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai tersangka???
  6. Bahwa hal lain yang menunjukkan tidak terpenuhinya alat bukti minimal yang dimiliki TERMOHON adalah pada BAP para pemohon tidak ada sama sekali yang menunjukkan bahwa para pemohon melakukan tindak pidanan sebagaimana yang di sangkakan, hal tersbut juga di dukung saat melakukan Reka Ulang dimana hasilnya sama sekali para pemohon tidak pernah menyentuh pagara Kejaksaan negeri palopo;
  7. Bahwa jika menarik benang merahnya terhadap peristiwa hukum yang di sangkakan maka sudah bias di pastikan TERMOHON tidak memiliki alat bukti yang menunjukkan bahwa benar para PEMOHON adalah pelaku tindak pidana yang dituduhkan;
  8. Bahwa keanehan dari proses penyelidikan/Penyidikan yang di lakukan oleh termohon di karenakan termohon Hingga saat ini tidak mengambil CCTV yang ada di Kantor kejaksan Negeri Palopo, dimana menurut pemohon karena ketranagn kami di anggap rekayasa oleh termohon  sehingga untuk menguatkan keterangan para Pemohon Menyarankan untuk periksa CCTV yang ada di kejaksaan Negeri Palopo;

 

  1. Bahwa para pemohon semakin curiga bahwa Terhadap Penetapan tersangka Oleh termohon hanya untuk menjerumuskan Para pemohon sebagai Pelaku padahal fakta hukumnya tidak seperti itu, dan menurut para pemohon, perbuatan termohon merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia maka setelah proses praperadilan ini, para pemohon Akan Memohonkan peristiwa Pelanggaran HAM ini Ke KOMNASHAM dan Juga kepada Badan Pengawas Penyidik;

 

  1. Bahwa tindakan TERMOHON yang menarik kesimpulan dari dua hal yang bukan merupakan fakta tidak dapat dianggap sebagai penafsiran yang benar/a contrario, TERMOHON yang menggunakan analogi secara bebas, adalah pelanggaran terhadap hak orang lain serta hal itu sangat ditentang dan dilarang keras dalam hukum pidana karena melanggar asas legalitas yang merupakan hal fundamental dalam hukum pidana, sebagaimana dikatakan Moeljatno, bahwa asas legalitas itu mengandung 3 pengertian, salah satunya “untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas)” (Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana edisi revisi 2008, hal 40);
  2. Bahwa tindakan TERMOHON tersebut tidak mencerminkan due process of law dimana harus ada penghormatan negara kepada hak – hak seseorang, harus ada keseimbangan dalam proses hukum, hak untuk melakukan pembelaan. Selain pertimbangan Mahkamah Konstitusi di atas, pertimbangan lainnya (masih pada paragraph yang sama) adalah “untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik didalam menetapkan seseorang menjadi tersangka”;
  3. Bahwa terhadap penahanan yang di lakukan oleh termohon tidak mencermikan rasa keadilan oleh karena tahapan yang di lakukan sama sekali tidak berdasarkan KUHAP yaitu tidak  melakukan pemanggilan secara resmi dalam rangka pemanggilan sebagai saksi dan  hingga saat ini para pemohon masih bingung apakah statusnya sebagai tersangka atau tidak sebab sampai detik ini para pemohon belum mendapatkan sehelai surat dari termohon, oleh karena para pemohon sama sekali tidak melakukan perbuatan Tindak pidana berdasarkan apa yang di sangkakan terhadpnya, lagi pula para pemohon datang ke polres palopo bermaksud untuk kalrifikasi, namun pada sat itu termohon langsung melakukan Penahanan terhadap para pemohon;
  4. PROSES PENYIDIKAN YANG DILAKUKAN OLEH TERMOHON TIDAK SESUAI DENGAN CARA YANG DITENTUKAN OLEH KUHAP YAKNI TIDAK MELAKUKAN PEMANGGILAN DENGAN SURAT RESMI
  5. Bahwa pasal 1 angka 2 KUHAP menyebutkan “Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti  yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya”;
  6. Bahwa TEMOHON telah melanggar SOP (STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM yang dimana mengatur tentang SOP pemanggilan , yang menjelaskan bahwa pemanggilan saksi, ahli maupun tersangka merupakan bagian dari upaya paksa sehi ngga dapat dilakukan setelah diterbitkannya SURAT PERINTAH TELAH DIMULAINYA PENYIDIKAN DAN SURAT TELAH DIMULAINYA PENYIDIKAN ( SPDP) dan SURAT PANGGILAN terhdap saksi ,ahli maupun Tersangka wajib diberikan tenggang waktu paling singkat 2 (dua) hari setelah panggilan diterima , hal ini secara FAKTA PEMOHON tidak pernah diberikan surat panggilan terkait masalah ini begitupun dengan SPDP TERMOHON belum mengeluarkan dan memberitahukan kepada PEMOHON maupun ke keluarga PEMOHON, seharusnya TERMOHON memperhatikan terkait waktu (tempus) dimana dalam pasal 17 ayat (2) Peraturan Kapolr iNomor: 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang tegas menyebutkan“Pemanggilan terhadap Tersangka / Saksi / Ahli dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
  7. Bahwa bila mengacu pada ketentuan Pasal 227 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir”, harusnya TERMOHON memberikan waktu minimal 3 (tiga) hari kepada Para PEMOHON untuk mempersiapkan dokumen – dokumen terkait proses pemberian keterangan sebagai saksi apa lagi terlihat jelas dalil para pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa maksud dan tuuan para pemohon kepolres Palopo hanya ingin melakukan Klarifikasi buakn Karena statusnya sebagai Terlapor apalagi Tersangka;
  8. Bahwa fakta tersebut diatas jelas menunjukkan bahwa sejak awal proses penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON sudah tidak mematuhi ketentuan-ketentuan hukum formil yang diatur dalam KUHAP dan Peraturan Kapolri sehingga sangatlah beralasan secara hukum apabila Hakim yang memeriksa dan mengadili perkaraa quo memerintahkan TERMOHON untuk menghentikan Penyidikan dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
  9. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan dasar hukum tersebut diatas sangatlah beralasan secara hukum apabila hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan untuk mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON dengan menyatakan Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka adalah cacat hukum dan tidak berdasarkan atas hukum;

 

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan diatas, maka dengan ini PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Palopo untuk segera diadakan siding Praperadilan terhadap TERMOHON dan selanjutnya memohon amar putusan sebagai berikut:

MENGADILI:

  1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan SURAT PERINTAH PENYIDIKAN POLRES PALOPO NOMOR :SPRIN.SIDIK 371/VII/RESKRIM/2022/RESKRIM, TANGGAL 22 JULI 2022 JO. SURAT KETETAPAN NOMOR: SP.TAP/20/VII/2022/RESKRIM, TANGGAL 27 JULI 2022 ., SURAT KETETAPAN NOMOR: SP.TAP/21/VII/2022/RESKRIM, TANGGAL 27 JULI 2022 SURAT KETETAPAN NOMOR: SP.TAP/22/VII/2022/RESKRIM, TANGGAL 27 JULI 2022  TENTANG PENETAPAN TERSANGKA JO.SURAT PENAHANAN NOMOR : SP.HAN/79-B/VIII/2022 TERTANGGAL 08 AGUSTUS 2022 ATAS NAMA TERSANGKA SIKO DESTA DIMAS ALIAS SIKO BIN MASKUN KALAWA, SP.HAN/80-B/VIII/2022 TERTANGGAL 08 AGUSTUS 2022 ATAS NAMA TERSANGKA ZULKIFLI ARMANSYAH ALIAS KIFLI BIN ABD.SYUKUR, SURAT PENAHANAN NOMOR : SP.HAN/81-B/VIII/2022 TERTANGGAL 08 AGUSTUS 2022 ATAS NAMA TERSANGKA MUH.ARIF RONDAN ALIAS KARIM BIN MASTUR  JO.LAPORAN POLISI NOMOR: LP/B/407/VII/2022/SPKT/POLRES PALOPO/POLDA SULAWESI SELATAN TANGGAL 22 JULI 2022 tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala bentuk tindakan termohon dalam proses penyidikan ;
  4. Memerintahkan TERMOHON untuk menghentikan proses Penyidikan dengan Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3);
  5. Memerintakan TERMOHON untuk merehabilitasi nama baik PEMOHON;
  6. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo:

Dan Atau, Apabila Pengadilan Negeri Palopo c.q Yang Mulia Hakim Pemeriksa Perkara ini berpendapat lain, maka mohon putusan seadil - adilnya (Ex Aequo et Bono).

Demikian Permohonan Praperadilan ini kami sampaikan, atas dikabulkannya permohonan ini  kami ucap kanterima kasih.

Palopo, 11 September 2022

Kuasa Hukum

Para Pemohon Praperadilan

 

 

SULFIKAR.HR,SH                          SYAIFUL, S.H                      HARMOKO S.H

 

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya